Komnas HAM: Label PKI Tidak Boleh Terjadi Lagi

Komnas HAM: Label PKI Tidak Boleh Terjadi Lagi
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI.

Jakarta, 5NEWS.CO.ID,- Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI Ahmad Taufan Damanik menyatakan label PKI tidak boleh terjadi lagi. Taufan menyebut praktik penghukuman atau label bagi orang-orang yang dituduh sebagai PKI terjadi tanpa proses peradilan.

“Pada masa orde baru banyak sekali orang tanpa proses peradilan dituduh PKI. Itu menyedihkan,” kata Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik seperti dikutip ANTARA, Minggu (3/4/2022).

Ketua Komnas HAM itu berkunjung ke Eropa sempat bertemu secara pribadi dengan orang-orang PKI dan orang yang dituduh PKI. Mereka, kata Taufan, tidak bisa atau diperbolehkan pulang ke Tanah Air meskipun sudah lanjut usia lantaran dianggap pro-Soekarno atau dicap PKI.

“Jadi, praktik seperti ini tidak boleh terjadi orang tanpa diadili, tanpa bukti yang jelas,” kata dia.

Meskipun demikian, ia tidak menampik menemukan sebagian dari mereka yang betul-betul PKI. Namun, bagi masyarakat yang tidak PKI dan hanya tergabung di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan ditolak kembali ke Indonesia disayangkan oleh Komnas HAM.

Taufan menambahkan, langkah Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang mengizinkan keturunan PKI ikut seleksi TNI, dinilainya sebagai terobosan progresif.

Seperti diketahui, Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa membuat tiga terobosan dalam Rapat Koordinasi Penerimaan Prajurit TNI Tahun 2022, yakni penghapusan tes renang, peniadaan tes akademik, serta penghapusan larangan keturunan anggota PKI sebagai calon prajurit TNI.

Penghukuman dan pelabelan PKI juga berdampak pada keluarga korban. Keluarga korban pembunuhan massal pasca peristiwa G30S PKI tahun 1965 mengatakan orang tua mereka dibunuh di hutan dan dikubur dalam lubang secara massal.

Dalam sebuah wawancara, narasumber 5NEWS.CO.ID menyebut ratusan orang di Kabupaten Pati menjadi korban pasca peristiwa G30S PKI tahun 1965. Narasumber menyebut sebanyak 260 orang menjadi tahanan pihak berwajib, 34 orang dilaporkan hilang dan 47 orang sisanya dikenakan wajib lapor tanpa alasan yang jelas. Selain itu, keluarga korban juga mengaku mengalami diskriminasi dalam administrasi dan layanan publik.(hsn)