
Pati, 5NEWS.CO.ID,- 12 anggota keluarga korban pembunuhan massal pada 1965/1966 menggelar tahlilan, Jumat (3/12/2021) di hutan jati Desa Ronggo, Kecamatan Jaken, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Keluarga korban berkumpul untuk mengenang dan mengirim doa di lokasi 25 orang yang ditembak dari belakang dalam keadaan terikat lalu dimasukkan dalam lubang. Lokasi HPH Barisan (Jeglong) itu kemudian dinamai “Hutan PKI-nan”.
Pegiat Keluarga Dalam Sejarah (KDS) Pati, Munari (77), mengatakan acara tahlilan pada hari itu dipimpin oleh empat orang ulama setempat dan dihadiri dua belas orang keluarga korban.
“Doa, tahlil, tabur bunga untuk mengirim doa (tahlilan) di HPH Barisan (Jeglong). Yang hadir perwakilan dari keluarga korban 12 orang. Yang memimpin doa 4 orang (dari kalangan) ulama sekitar,” kata Munari warga Rt 02 Rw 05 Desa Sumberrejo, Jaken, melalui keterangan tertulis kepada 5NEWS.CO.ID, Jumat (3/12) siang.
Menurut Munari, setidaknya ada 7 lokasi pembunuhan massal di Pati. Ketujuh lokasi itu masing-masing dua lokasi di Hutan Batu Bantal di Puncel Dukuhseti, dua lokasi di HPH Jolong Tlogowungu, dua lokasi HPH Brati atau Hutan Panggang/Reteg Abang Kayen dan satu lokasi di HPH Barisan (Jeglong) Jaken.
“Untuk yang di Jeglong, (dari) info yang saya terima nama yang diketahui terkubur antara lain Jhais, Sarti, Mardjugi, Lasmidi, Suri dan Thasir,” ungkapnya.
Djaslan Ridhohi (43), putra salah satu korban pembunuhan massal 1965, menyebut sebanyak 341 orang di Kabupaten Pati menjadi korban kekerasan pasca peristiwa G30S PKI tahun 1965.
Menurut Djaslan, setidaknya 260 orang di Kecamatan Batangan menjadi tahanan pihak berwajib, 34 orang dilaporkan hilang dan 47 orang sisanya dikenakan wajib lapor tanpa alasan yang jelas.
Ia pun menyayangkan kurangnya perhatian pemerintah kepada keluarga korban pembunuhan tanpa alasan yang jelas. Dikatakannya, keluarga korban tidak tahu menahu atas kesalahan apa orang tua mereka harus dibunuh di hutan dan dikubur dalam lubang secara massal.
Ia pun menuntut pemulihan hak keluarga korban kekerasan tak berdasar pasca tragedi tahun 1965/1966 itu.
“Kembalikan hak kebebasan keluarga kami yang dianggap bersalah tanpa kesalahan yang dilakukan. Berikan perhatian bagi korban-korban yang masih hidup seperti reparasi atau pemenuhan hak.” pungkas Djaslan.(hsn)
Disclaimer:
Artikel diperbarui pada Minggu (5/12/2021) atas permintaan narasumber.