
Jepara, 5NEWS.CO.ID, – Banyaknya sampah yang terkumpul di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) kebanyakan merupakan sampah rumahan. Andai setiap rumah mampu mengelola sampahnya dengan baik maka banyak nilai ekonomis juga terjaganya lingkungan dari penumpukan sampah.
Sampah anorganik seperti plastik pembungkus deterjen, bekas kopi, kresek dan lainnya bisa diolah menjadi kerajinan dan buah tangan seperti tas atau pas bunga. Sampah organik rumah tangga seperti sayuran, kulit buah dan lain sebagainya bisa diolah menjadi kompos dan pakan ternak.
Upaya kesadaran inilah yang coba diaplikasikan Direktur Bank Sampah Induk Jepara Anis surahman (42). Membangun kesadaran pengelolaan sampah dari rumah dengan memberdayakan ibu rumah tangga yang memang bersentuhan langsung dengan sampah sehari-hari.
“Kami dari Bank Sampah Induk (BSI) Jepara melakukan pendampingan ke Bank Sampah Unit yang ada di beberapa desa. Jika sudah terkumpul di unit nanti disetorkan ke induk. Bapak Plt. Bupati Jepara Dian Kristandi berharap di tiap desa minimal ada satu unit,” kata Anis ke 5news.co.id, Rabu (4/12/2019).
Menurutnya, Bang Sampah Unit melakukan pendampingan ke warga terutama ibu-bu untuk memilah sampah anorganik, jika sudah terkumpul nanti dilakukan penilaian. Mana sampah bernilai jual mahal dan biasa, tidak sekedar mengumpulkan semata.
“Hal seperti ini yang membuat ibu-ibu makin semangat. Tidak hanya fokus penjualan semata tapi juga pemberdayaan dan kesadaran,” kata Anis yang beralamat di perumahan Kuwasharjo Jepara itu.
Ibu-ibu di tiap desa diajari menabung di Bank sampah unit yang ada di desa masing-masing. Tiap tiga bulan, enam sampai satu tahun tabungan diambil. Sampah plastik, botol bekas kemasan dan beling memiliki nilai jual. Penghasilan sekitar Rp300.000,- sampai Rp600.000,- bisa di dapat dari sampah yang dikumpulkan, tergantung rajin tidaknya.
“Di samping itu bisa dijadikan kreasi dan menjadi barang layak jual. Dengan difasilitasi Dinas Lingkungan Hidup, setahun sekali diadakan pameran kreasi daur ulang sampah dari berbagai desa binaan,” katanya.
Ditanya tentang kesadaran masyarakat mengenai pengelolaan dan buang sampah pada tempatnya, Aris menjawab bahwa kesadaran mulai tumbuh tapi belum mengakar di tengah masyarakat.
“Perlu peraturan desa yang sifatnya dipaksakan untuk dijalankan. Seperti kalau ada yang mengetahui buang sampah sembarangan disertai foto atau videonya maka diberi instensif, mislanya. Yang ketahuan buang sampah sembarangan ada sanksi sosial seperti fotonya dipajang di tempat umum,” lanjutnya.
Meski Bank Sampah di Jepara baru berjalan 3 tahun, namun Bank Sampah Unit sudah ada di semua desa yang ada di Jepara. Desa unggulan dalam mengelola sampah seperti Sunanggul, Pakisaji, Mayong dan Donorojo.
“Seperti Desa Sinanggul memproduksi bunga dari sampah plastik dan sudah dipasarkan secara on line dan sudah banyak pesanan. Desa Kelet ada sekolah sampah yang menekankan pada anak-anak SD setiap libur sekolah ada kelas daur ulang sampah oleh Bang Sampah Unit. Seperti membuat mainan dari sampah dna juga menabung sampah,” tegasnya.
Aris mengaku tantangan terbesar adalah masih adanya warisan dalam pengelolaan sampah, yaitu dengan membakarnya. Masih banyaknya masyarakat yang membakar sampah sebagai solusi. Kedepan BSI Jepara akan merubah warisan buruk itu dengan menyasar anak TK dan SD. Harapannya kesadaran pengelolaan sampah dimulai sejak dini. (mas)