
Pati, 5NEWS.CO.ID,- Suluk Maleman kembali mengajak masyarakat untuk berhati-hati. Pasalnya, tak sedikit ‘ketidakbenaran’ yang dipropagandakan menjadi kebenaran. Hal itu menjadi bahan pembahasan Suluk Maleman edisi ke-122 dengan tajuk “Rebutan Kebenaran”, Sabtu (19/2022) malam.
Budayawan penggagas Suluk Maleman, Anis Sholeh Ba’asyin mengingatkan dalam istilah Jawa dikenal ada tiga tingkatan kebenaran. Yaitu kebenaran menurut versinya sendiri, kebenaran menurut orang banyak dan kebenaran sejati.
“Ada benere dewe (benar versi sendiri), benere wong akeh (benar menurut kelompok), dan bener sejati (kebenaran sejati). Oleh karena itulah tidak tepat jika saling mengklaim kebenaran berdasar pendapatnya sendiri maupun kelompoknya. Karena banyak juga yang dianggap kebenaran ternyata tidak memiliki dasar kebenaran yang jelas,” tutur Anis Sholeh Ba’asyin di Suluk Maleman bertajuk “Rebutan Kebenaran”, Sabtu (19/2) malam.
Disebutkannya, dalam sebuah ajaran menyatakan bahwa manusia tidak akan menyentuh kebenaran kecuali mereka yang selalu menyucikan diri. Penyucian diri yang dimaksud juga tak sebatas dari kotoran secara fisik, namun juga pemikiran. Menurutnya, kepentingan tentang apa yang ingin dilihat manusia manjadi sesuatu yang dianggap sebagai kebenaran.
“Proses iqro’ sendiri tak hanya secara tekstual di Al Qur’an, ada juga yang non-tekstual, yakni yang diajarkan di alam semesta maupun di diri manusia,” ungkap Anis.
Hal senada juga dipaparkan oleh Prof Saratri Wilonoyudho. Ia mengingatkan jika sesuatu yang dianggap sebagai kebenaran belum tentu kebenaran sejati. Bahkan, ilmu pengetahuan masih terus diperbaharui hingga saat ini.
“Setiap hari kita diajarkan untuk berdoa meminta diberikan jalan yang lurus atau benar. Itu menunjukkan masih sangat mungkin kita berbuat kesalahan,” kata Prof. Saratri.
Untuk mencapai kebenaran, tuturnya, dapat dilakukan melalui tiga tahapan. Yang pertama adalah mempercayai yang ghoib, atau menyadari jika tak semua di dunia ini diketahui dengan nyata.
Prof. Saratri mengatakan hal itu juga terlihat di dunia politik. Menurutnya, banyak yang memanipulasi kebenaran untuk kepentingannya. Seperti orang yang tidak pernah shalat,namun saat mencalonkan diri untuk posisi politik tertentu justru menggunakan banyak simbol keagamaan.
“Bisa jadi itu bukanlah kebenaran tapi di klaim sebagai kebenaran dan disuguhkan ke masyarakat. Mereka mencoba memanipulasi kebenaran. Mereka berifikir kesalahan yang menumpuk lambat laun akan diakui sebagai sebuah kebenaran,” terangnya.
Sementara itu, Drs. Ilyas Arifin yang juga hadir sebagai narasumber, turut mengingatkan meski memiliki keyakinan dan kebenaran secara pribadi, alangkah baiknya digunakan untuk diri pribadi dan tidak dipaksakan keluar. Kalaupun harus keluar sebaiknya dapat disuguhkan secara baik dan indah.
“Kebenaran cukup disimpan di hati karena itu bersikap relatif. Jangan dipaksakan ke orang lain,” ujar Ilyas.
Dia menuturkan bahwa tidak ada sesuatu yang mutlak dalam ilmu. Ilmu justru berkembang lantaran adanya kritik.
“Seperti saat Newton dikritik oleh Einstein. Ilmuwan sejati tentunya tidak akan marah saat dikritik,” katanya.
Ngaji NgAllah Suluk Maleman seri dari rumah digelar sejak pukul 20.00-23.00 WIB, dimeriahkan dengan tembang kolekasi Sampak GusUran.(hsn)