
Yogyakarta, 5NEWS.CO.ID,- Kehidupan warga Kampung Pitu yang terletak di Kalurahan Nglangeran, Kapanewon Patuk, Gunung Kidul, Yogyakarta masih memegang teguh kepercayaan agar tidak dihuni atau ditempati lebih dari tujuh keluarga.
Salah satu sesepuh Kampung Pitu Yatnorejo menuturkan di kampung tersebut ada delapan rumah, namun hanya tujuh yang ditempati.
Yatnorejo merupakan generasi kelima dari awal berdirinya Kampung Pitu dan saat ini sebagai wakil sesepuh adat di kampung ini.
Ia menjelaskan generasi pertama hingga saat ini tidak ada penduduk Kampung Pitu dari luar daerah. Jika ada penduduk yang menikah harus keluar dari kampung tersebut.
Yatnorejo sendiri memiliki enam orang anak, dimana mereka tinggal di luar kampung. Saat ini dirinya tinggal bersama sang istri, Sumbuk.
“Sesekali anak saya tidur dirumahnya, namun tidak serumah dengan saya,” kata Yatnorejo, Kamis (25/3/2021).
Ia mengungkapkan sejarah berdirinya Kampung Pitu, berawal dari kakak beradik Iro Dikromo dan Tirtosari yang berasal dari Banyumas, Jawa Tengah.
Saat itu ada sayembara dari Keraton Yogyakarta yang menjanjikan tanah bagi siapa saja yang mau dan mampu menjaga pohon pusaka Kinah Gadung Wulung maka diperbolehkan tinggal disana.
“Kedua kakak beradik inilah yang mampu tinggal di sekitar telaga Guyangan dan dinamankanlah Kampung Pitu,” tutur Yatnorejo.
Menurut cerita, telaga Guyangan digunakan untuk mencuci Kuda Sembrani. Bahkan tapaknya masih ada hingga sekarang. Telaga itu sendiri terletak sekitar area persawahan, tidak jauh dari rumah Yatnorejo.
Selain itu Kampung Pitu juga memiliki pantangan untuk menyelenggarakan pertunjukan wayang kulit, karena nama gunung di sekitar desa itu sama seperti wayang.
Hingga kini warga setempat masih memegang teguh aturan-aturan kehidupan, seperti selametan jelang pernikahan hingga kematian.
“Mau mendirikan rumah pun harus ada perhitungan Jawa pada umumnya, harus ada hari yang tepat. Selain itu ada kenduri,” lanjutnya.
Diketahui Kampung Pitu berada di Puncak Gunung Api Purba Nglanggeran, dimana akses jalan yang menuju desa tersebut harus melewati jalanan cor blok tanjakan dan turunan cukup curam. Meski terpencil, namun sudah ada penerangan listrik. (sari)