Israel Tuding Mahkamah Internasional (ICC) Telah Melewati Garis Merah

Gambar ilustrasi Mahkamah Pidana Internasional


Internasional, 5NEWS.CO.ID,- Kepala Staf Gabungan Militer Israel, Letnan Jenderal Aviv Kohavi mengatakan keputusan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) untuk membuka penyelidikan tentang kejahatan rezim Zionis di Palestina telah melangkahi garis merah.


Letjen Kohavi dalam wawancara dengan TV-12 Israel, senin (22/3/2021) menuturkan, “Saya mendukung aksi militer rezim Zionis dan tindakan mereka.”


“Saya bertanggung jawab atas perintah untuk melepaskan tembakan. Saya mengirim kalian dan mengizinkan operasi kalian. Kalian tidak sendiri dan tidak akan sendirian,” tegasnya.


Letjen Kohavi menandaskan keputusan jaksa ICC untuk membuka penyelidikan terhadap Israel telah melewati garis merah.


Mahkamah Pidana Internasional yang berbasis di Den Haag, mengumumkan bahwa mereka telah membuka penyelidikan terhadap kejahatan perang di tanah pendudukan Palestina.


ICC pada Februari 2021, menyatakan bahwa pihaknya memiliki kapasitas untuk menangani situasi yang terjadi di tanah pendudukan.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. (Foto Google Images)


Ditempat terpisah, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengaku tidak akan memperkenankan berdirinya negara Palestina yang berkedaulatan penuh, dan menegaskan bahwa perdamaian di kawasan akan terwujud melalui normalisasi hubungan Israel dengan negara-negara Arab.


Ditanya mengenai perdamaian dengan Palestina, Netanyahu dalam wawancara dengan Panet mengatakan, “Saya kira ini akan menjadi kenyataan, tapi dalam bentuk yang terbalik; melalui kesepakatan damai dengan negara-negara Arab terlebih dahulu.”


Ditanya mengenai kemungkinan pendirian negara Palestina di sisi negara Israel, Netanyahu menunjukkan penolakannya terhadap pendirian negara Palestina berkedaulatan penuh.


“Itu tidaklah seperti pengertian ekstrem yang dibicarakan orang (pendirian negara Palestina berkedaulatan penuh – red.), karena dominasi keamanan tetap harus ada di tangan kami, sebab jika tidak maka kami akan mendapatkan Hamas,” ujarnya.


Netanyahu mengaku mendukung pendirian entitas Palestina, tapi dalam pengertian klasik. “Kita menyebutnya apa? Otonomi, atau negara yang berkekurangan. Saya tidak ingin masuk ke masalah ini. Kedaulatan politik, keamanan, harus tetap di tangan kami.”


Di pihak lain, Palestina bersikukuh bahwa Israel harus menerima Inisiatif Perdamaian Arab tahun 2002, yang menegaskan bahwa pendirian negara Palestina yang beribu kota Al-Quds (Yerussalem) sesuai perbatasan 1967 dan penyelesaian masalah pengungsi Palestina akan membuka pintu bagi normalisasi hubungan negara-negara Arab dengan Israel.(AHA)

Komentar