ISIS, Teroris Berpaham Wahabi (4)

    Foto: Daily Mail
    Peran Saudi

    Menurut Wikipedia, media Amerika USA Today menulis bahwa ISIS adalah sekelompok militan yang percaya pada penegakan hukum syariah yang ketat. Putra mahkota Arab Saudi Mohammad bin Salman Al Saud, mengatakan ISIS merupakan agenda Barat, dia juga mengakui pemerintah Saudi membantu mereka (ISIS). Putra Mahkota Arab Saudi itu mengatakan Iran sedang berusaha menjajah dunia Arab, sehingga kami membela Islam.

    ISIS, Teroris Berpaham Wahabi

    Jihad global yang digaungkan ISIS mengikuti paham garis keras al-Qaeda dan banyak kelompok teroris lainnya. Banyak sumber membuktikan ISIS menjadikan paham Wahabi sebagai dasar ideologinya.

    Baca Juga:

    The New York Times melansir, para pemimpin ISIS menjadikan paham Wahabi sebagai prinsip keyakinan. Kelompok ini menggunakan buku-buku Wahabi untuk diajarkan di wilayah yang dikuasainya. Buku yang sama seperti yang diajarkan di sekolah-sekolah Arab Saudi.

    Menjadi kontradiksi yang konyol ketika ISIS menyatakan bercita-cita untuk kembali ke ajaran murni Islam dan menolak semua hal yang dianggap baru (bid’ah) namun dia menggunakan semua bid’ah yang dianggapnya menguntungkan.

    ISIS juga mengecam kekhalifahan Ottoman, namun mendeklarasikan kekhalifahannya sendiri. Gerombolan teroris ini juga mengaku menghidupkan ajaran Wahabi asli dan menyebutnya sebagai Islam murni. Penganut paham salafi ini mengutuk para penganut hukum sekuler dan menyebut mereka sebagai kafir.

    Media lain, The The Economist menyebut kelompok ISIS di Raqqa, Suriah, memiliki 12 hakim asal Saudi yang menjalankan sistem pengadilan. Mereka juga membentuk ‘Polisi Agama’ sebagaimana yang dimiliki Arab Saudi. Hakim dan polisi agama ISIS berperan aktif dalam memaksa kehadiran penduduk untuk shalat, memutuskan (banyak sekali) hukuman mati dan penghancuran bangunan.

    ISIS, Khawarij Modern

    Ulama menyebut ISIS sebagai kaum Khawarij. Mufti Baitul Maqdis, Palestina, Syeikh Mohammad Ahmad Hussain menilai organisasi teroris ISIS sebagai kelompok yang berburu kekuasaan dengan menggunakan modus dan pola kaum Khawarij yang pernah eksis dan gila kekerasan di awal sejarah keislaman.

    Ulama Salafi Saudi yang sering berbicara tentang jihad seperti Adnan al-Aroor dan Abu Basir al-Tartusi , mengatakan bahwa ISIS dan kelompok-kelompok teroris terkait merupakan tetapi Khawarij modern. Para ulama itu menilai ISIS telah keluar dari ajaran Islam serta melayani agenda anti Islam.

    Media Barat, BBC menilai ideologi ISIS sebagai Islam radikal dengan mendirikan sebuah ‘khilafah’, atau sebuah negara yang diperintah oleh seorang pemimpin politik dan agama tunggal menurut hukum Islam, atau syariah. BBC juga menambahkan bahwa anggota ISIS menganggap diri mereka satu-satunya orang beriman. Mereka memandang seluruh dunia terdiri dari orang-orang kafir yang berusaha menghancurkan Islam. Orang-orang ini membenarkan serangan mematikan terhadap sesama Muslim maupun non-Muslim.

    Khilafah dan Khalifah ala ISIS

    Setelah mendeklarasikan khilafah dan mengangkat al-Baghdadi sebagai khalifah, ISIS mewajibkan seluruh Muslim untuk menyatakan dukungan kepadanya. Al-Baghdadi menyatakan “Kami memberi tahu umat Islam bahwa, dengan pengumuman kekhalifahan, telah menjadi kewajiban bagi semua Muslim untuk memberikan Bay’ah dan mendukungnya,”.

    “Wahai Muslim di semua tempat. Siapa yang mampu beremigrasi ke Negara Islam, biarkan dia beremigrasi. Untuk emigrasi ke ‘rumah’ Islam adalah wajib “. Deklarasi ISIS ini berlaku untuk semua kelompok jihad lainnya.

    Melalui putusan pengadilan dan polisi ‘syariah’nya ISIS mempraktekkan kembali perbudakan, penyaliban dan pengenaan pajak jizyah terhadap non-Muslim.

    Takfirisme ISIS Melewati Batas

    Takfirisme adalah sebuah paham yang menganggap murtad orang lain yang berbeda paham. Takfirisme merupakan doktrin yang menyebabkan seorang Muslim sekalipun dapat dianggap sebagai kafir dan menjadi halal darahnya akibat pemberian status tersebut.

    Tokoh ISIS yang juga eks anggota Al Qaeda, Abu Musab al-Zarqawi mengatakan ingin ‘memurnikan’ dunia dengan membunuh banyak orang kafir. Zarqawi mengatakan, beberapa perilaku seperti menjual alkohol atau obat-obatan terlarang, mengenakan pakaian ala Barat atau mencukur jenggot, memberikan suara dalam pemilihan (bahkan untuk seorang calon pemimpin Muslim sekalipun)  dan tidak berani menyebut orang lain telah murtad adalah bentuk-bentuk ‘kekafiran’.

    ISIS juga menganggap kafir dan membunuh setiap Muslim yang tidak setuju dengan praktik perbudakan yang dilakukannya, khususnya terhadap warga Yazidi.

    Pengadilan ISIS memutuskan, “Wanita dan anak-anak Yazidi dibagi menurut syariah di antara para pejuang Negara Islam yang berpartisipasi dalam operasi Sinjar … memperbudak keluarga kafir dan mengambil wanita mereka sebagai selir adalah aspek mapan dari Syariah bahwa jika seseorang menyangkal atau mengejek, dia akan menyangkal atau mengejek ayat-ayat Alquran dan riwayat Nabi … dan dengan demikian dia telah murtad dari Islam,”

    Tawanan Wanita ISIS

    Seorang tawanan wanita Yazidi bernama Nadia Murad menceritakan, pada usianya ke-19, tentara ISIS menyerang suku Yazidi di desanya dan menewaskan 600 orang termasuk enam saudara lelaki dan saudara tirinya. Dalam bukunya berjudul  “The Last Girl,” Nadia menungkapkan perlakuan gerombolan ISIS terhadap tawanan wanita. Buku itu menceritakan tentang penahanan Nadia oleh ISIS hingga akhirnya wanita dari suku Yazidi itu berhasil melarikan diri.

    Nadia menceritakan gerombolan teroris ISIS memeriksa para tawanan layaknya memeriksa hewan ternak yang akan dijual. Dia berkata: “Para militan menyentuh kami di mana saja mereka inginkan, meraba-raba payudara dan kaki kami, seolah-olah kami adalah binatang,”. Wanita itu mengatakan, selama masa perbudakan, para tawanan wanita dipukuli, dibakar dengan rokok dan diperkosa saat mencoba melarikan diri.

     (bersambung…)