
Pati, 5NEWS.CO.ID,- Beredarnya isu di kalangan masyarakat bahwa Covid-19 jadi ajang bisnis rumah sakit dengan meng-Covid-19 kan pasien. Isu itu langsung dibantah oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pati. Dia menyatakan isu itu berbanding terbalik dengan fakta yang ada.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pati Dr. Edy Siswanto, MM., menepis isu yang beredar dan menunjukkan fakta bahwa rumah sakit tempat pasien Covid-19 dirawat justru mengalami kesulitan keuangan. Jika isu itu benar, kata dia, Rumah Sakit RAA Soewondo Pati semestinya mendapatkan hasil paling besar dengan laporan keuangan yang surplus.
Namun kenyataannya, RSUD Soewondo justru mengalami penurunan pemasukan secara drastis. Fakta itu bisa dilihat dari laporan keuangan terakhir.
“Itu tidak benar, justru rumah sakit-rumah sakit yang jadi tempat rujukan pasien Covid-19 kini laporan keuangannya turun drastis. Salah satunya RSUD Soewondo. Kini untuk pengadaan APD saja harus disubsidi,” ungkap Edy saat ditemui tim 5News.co.id di kantornya, Rabu (21/10/2020) siang.
Menurut Edy, jika bisa memilih menangani pasien Covid-19 atau tidak pihak rumah sakit dan para nakes pasti akan memilih tidak menangani lantaran resikonya terlalu tinggi. Sebagaimana diberitakan, lanjutnya, sudah banyak tim medis yang meninggal akibat terpapar virus corona.
“Bagaimana bisa anggaran Covid-19 jadi ajang bisnis, sedangkan syarat-syarat untuk mengklaim anggarannya saja sangat rumit dan ‘njelimet’. Salah satunya ya harus ada bukti hasil tes swab positif. Sedangkan tes swab (PCR) sendiri bukan dari pihak rumah sakit di sini yang mengeluarkan,” tegasnya.
Kepala Dinkes Pati menjelaskan yang menjadi kendala adalah hasil tes swab memakan waktu yang cukup lama. Ketika ada pasien yang meninggal dunia dan memiliki gejala mirip Covid-19 maka pasien itu diperlakukan sebagai pasien ‘probable Covid-19’, meskipun pasien itu belum tentu positif.
“Ini yang sering membuat pihak rumah sakit jadi dilema,” kata Edy.
Dia menyayangkan sikap masyarakat yang mengabaikan aturan-aturan dari pemerintah bahkan berprasangka buruk. Ironisnya, akibat sikap tersebut klaster-klaster baru terus bermunculan, sementara para tenaga kesehatan mempertaruhkan nyawa dan berjuang sungguh-sungguh merawat pasien serta berupaya keras memutus mata rantai penularan virus corona.(dwi)