
Beijing, 5NEWS.CO.ID,- Cina memprotes perilaku dan standar ganda Amerika Serikat terkait program nuklir sipil Republik Islam Iran. Cina melontarkan kecaman atas kesepakatan yang dibuat AS dan Inggris terkait pembuatan kapal selam bertenaga atom di Australia baru-baru ini.
Terkait kesepakatan nuklir terbarunya dengan Australia bersama Inggris, Amerika menandatangani pembuatan sembilan kapal selam dalam koridor kesepakatan Aukus yang menuai kecaman di tingkat global. Padahal, Amerika justru pelaku serangan bom atom ke Hiroshima dan Nagasaki di Jepang selama Perang Dunia Kedua.
Wang Qun, wakil Cina di Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menyayangkan sikap AS dan negara-negara Barat yang tidak mempermasalahkan program nuklir untuk kepentingan mereka. Sementara pada saat yang sama, AS dan sekutunya terus memperluas pengembangan energi nuklir. Kekhawatiran Beijing dipicu oleh kesepakatan antara AS, Inggris dan Australia untuk memproduksi kapal selam bertenaga nuklir Aukus.
“Mengapa AS dan Inggris mengatakan Iran tidak boleh melakukan pengayaan uranium di atas 3,7%? Sementara di saat yang sama (AS dan Inggris) mentransfer berton-ton bahan senjata nuklir yang diperkaya 90% ke Australia secara terbuka?” ungkap Utusan China untuk IAEA, Wang Qun, Jumat (26/11/2021).
“Ini adalah kasus klasik dan titik standar ganda,” kata Wang.
Terkait hal ini, pakar nuklir Rusia, Yevseyev, berpendapat bahwa program nuklir Iran merupakan proyek sipil. Menurut Yevseyev, dunia harus menerima alasan Iran melakukan pengayaan uranium bagi bahan bakar reaktir nuklirnya. Pakar nuklir Rusia itu bahkan menyebut Amerika mengetahui hal ini sepenuhnya, namun dengan sengaja melakukan penentangan.
“Saya yakin program nuklir Iran berstatus sipil dan masyarakat dunia serta Kelompok 5+1 harus menerimanya, serta Iran membutuhkan pengayaan uranium bagi bahan bakar reaktor nuklirnya dan Amerika memahaminya dengan baik, tapi dengan sengaja melanjutkan penentangannya,” tutur Yevseyev.
Sementara itu, Republik Islam Iran berulang kali menegaskan bahwa program nuklirnya berada dalam kerangka perjanjian internasional dan perlindungan nuklir global. Perjanjian itu telah disetujui dengan tujuan memenuhi kebutuhan domestik, terutama di sektor medis. Selain itu, Iran juga menegaskan bahwa Badan Energi Atom Internasional turut mengawasi aktivitas nuklirnya.
Iran juga menilai Amerika Serikat dan sekutunya sengaja menciptakan politik apartheid nuklir. Standar ganda AS ini dibuktikan dengan upaya memperkuat serta mempersenjatai sekutunya dengan senjata nuklir sambil menghalang-halangi aktivitas nuklir damai Teheran dan melempar tudingan bahwa Teheran sedang mengembangkan senjata nuklir.
Republik Islam Iran di kesepakatan nuklir internasional (JCPOA) telah menunjukkan kejujurannya untuk memanfaatkan program nuklir. Sedangkan dalam prakteknya, justru Amerika di era pemerintahan Donald Trump yang menunjukkan ketidakjujurannya terhadap perjanjian internasional dengan keluar dari JCPOA.
Dukungan Cina sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB atas program nuklir Republik Islam Iran mencerminkan sikap pro-kontra anggota DK PBB dalam menyikapi JCPOA dan kegiatan nuklir Iran. Teheran berharap, pemerintah Beijing tidak hanya sekedar berkomentar tentang JCPOA tapi juga turut mencegah politik apartheid nuklir.
Teheran juga menyebut kerja samanya dengan Cina di bidang perdagangan dan ekonomi sebagai bukti bahwa Beijing tidak menerima sanksi AS terhadap Iran yang dinilainya menindas.(AHA)