Bukan PKI, Eks Jihadis Ingatkan “Silent Majority” Bahaya Laten Radikalisme

Bukan PKI, Eks Jihadis Ingatkan “Silent Majority” Bahaya Ini
Direktur Amir Mahmud Center, Dr. Amir Mahmud saat menghadiri acara Silaturahmi Kebangsaan Dalam Rangka Pencegahan Paham Radikal Terorisme, di Aula Hotel Sunan, Surakarta, Jumat (2/10/2020). Foto Dok. 5NEWS.CO.ID

Solo, 5NEWS.CO.ID,- Dr. Amir Mahmud tidak menganggap PKI sebagai bahaya laten, melainkan paham radikalisme merupakan ancaman bagi kehidupan bangsa dan negara pada saat ini. Akademisi yang sempat bergabung dengan jihadis di Afghanistan ini menganggap paparan paham radikalisme kian meluas dan telah menjalar ke semua kalangan. Oleh karenanya, “Silent Majority” atau masyarakat luas harus bangun dan dan sadar akan bahaya paham ini.

Pria yang menjabat sebagai Direktur Amir Mahmud Center ini juga menyatakan bahwa radikalisme adalah suatu paham yang menggunakan kekerasan. Paham ini sekarang sudah berkembang ke semua lini hingga kalangan pelajar sekalipun. Ia menyebut perguruan tinggi juga tak luput dari paparan paham radikal.

“Perkembangannya bukan semakin mereda bahkan kian hari semakin berkembang dan masuk di semua lini. Tadi Pak Nurwahid memaparkan sekian persen pelajar juga terpapar radikalisme, termasuk pelajar perguruan tinggi,” kata Dr. Amir Mahmud, saat ditemui usai acara Silaturahmi Kebangsaan Dalam Rangka Pencegahan Paham Radikal Terorisme, di Aula Hotel Sunan, Surakarta, Jumat (2/10/2020) sore.

Dr. Amir Mahmud menganggap bahaya ini harus disikapi bersama. Menurut dia, “Silent Majority” harus dibangun dan diberdayakan agar berfungsi sebagai imun terhadap paham radikal.

“Itu bukan tugas aparat saja. Seringnya mereka (kelompok redikal) muncul saat ada momen politik melalui aksi, ujaran-ujaran di media dan lain sebagainya. Kelompok ini memanfaatkan momen-momen tertentu untuk masuk dan melakukan aksi,” paparnya.

Untuk itu, Amir Mahmud Center berupaya untuk melakukan imunisasi ideologi. Eks jihadis itu menjelaskan berbagai kegiatan ia lakukan bersama para pelajar perguruan tinggi dari berbagai kelompok.

“Terakhir kita buat ‘Tadabur Alam’. Kita tujukan kepada generasi milenial terutama mahasiswa dari kalangan NU, Muhammadiyah, IPMI, PMII, HMI dan lain-lain. Kita bangun wawasan kebangsaan religius. Kita simulasikan disitu bentuk solidaritas dalam konteks hidup kebersamaan,” tuturnya.

Dia menilai gerakan kelompok radikal bertujuan kekuasaan dan ingin merubah ideologi negara. Ciri khas yang nampak dari kelompok radikal adalah intoleran. Dengan menanamkan wawasan kebangsaan religius, kata dia, solidaritas kebersamaan antar kelompok masyarakat dapat terbangun.

“Mereka (kelompok radikal) ingin menggulingkan pemerintah yang sah. Ini yang kita perangi. Di kita ada empat madzhab, masing-masing tidak ada pertentangan. Tidak ada satupun dari mereka yang merasa paling benar,” lanjut eks simpatisan ISIS itu.

Dr. Amir Mahmud juga menegaskan, tidak perlu lagi membenturkan antara ideologi Pancasila dengan agama. Menurutnya, masalah itu sudah selesai dan final. Seluruh butir dalam Pancasila, kata dia, sama sekali tidak bertentangan dengan agama.  

“Jangan ada lagi istilah NKRI Syariah. Konsensus bangsa harus dipegang teguh. Kan sudah disepakati bersama, kenapa harus ada NKRI Syariah. Buat apa itu?”. pungkasnya.