Alpukat Markus Aligator, Pesona Primadona Baru Dari Blitar




Muhammad iskandar dan Si Super Jumbo Alpukat Markus Aligator

BLITAR, 5NEWS.CO.ID,- Mempunyai tampilan fisik super jumbo dengan satuan bobot rata-rata 1,8 – 2,2 kg. Terbangun dengan ciri khas kulit tipis, daging buah yang tebal dan rasa gurih nan legit, menjadikannya nikmat untuk disantap.

Alpukat Markus Aligator, demikian Muhammad Iskandar menamai buah hasil persilangan dari varietas setempat dengan bibit dari Thailand. Disebutkan, keunggulan lain adalah buah tidak mudah busuk dan mampu bertahan hingga 3 minggu. Sementara yang lokal hanya sepekan. Dirinya mengaku senang usai melihat hasil panennya.

“Bibitnya pemberian teman ayah, yang pulang dari Thailand. Kemudian Saya stek sendiri dengan alpukat lokal. Hasilnya mengejutkan seperti ini,” ungkap Iskandar, Rabu (11/3/20).

Pria 34 tahun itu mengatakan, bahwa satu pohon bisa berbuah sampai 200 biji. Ia akan mengurangi jumlah hingga 50%. Hal itu penting dilakukan agar batang tidak patah akibat menahan beban buah yang makin membesar.

“Tak ada biaya perawatan khusus. Kalau sudah besar ya hanya disiram saja. Dan sesekali dikasih pupuk kandang. Dari cabang-cabang itu, Kami terus menyeteknya dan terus mempertahankan buahnya agar tetap besar,” terangnya.

Warga Desa Pojok, Kecamatan Garum, Blitar tersebut mengakui telah memanen dan menjualnya berulang kali. Dari hasil itu, ia membeli lahan baru untuk memperluas bisnisnya. Ada 5.000 pohon berusia 2 tahun dan siap dipanen tahun depan.

Untuk harga jual Rp 21 ribu per kg. Tarif itu disetarakan dengan pesaing dari Vietnam, Alpukat Has, yang mendominasi super market di Indonesia. Dari hasil jerih payahnya, ia mampu membeli mobil Honda Jazz dan mengaku bersyukur telah mendaftar haji bersama sang istri.

Selain buah, Iskandar juga melayani pesanan bibit ke beberapa wilayah. Seharga Rp 50 ribu per batang dengan tinggi 80 cm, ia rutin mengirim ke Palembang, Penajam Kalimantan Timur dan lain-lain. Bahkan, dirinya mengklaim sering kewalahan memenuhi order tersebut.

“Rata-rata sebulan permintaan Kaltim saja sekitar 5 ribu bibit. Belum lagi, permintaan ke daerah lainnya, sehingga Kami sering kehabisan stok. Setelah dipotong ongkos karyawan (15), masih untunglah. Yang penting Kami bisa memberikan pekerjaan buat para tetangga,” ujarnya. (h@n)

Komentar