Al Quds, Hari Kebangkitan Melawan Penindas

    Penulis: Umar Husain

    Hari Quds, atau Hari Pembebasan Yerusalem merupakan sebuah kegiatan tahunan yang diselenggarakan pada hari Jumat terakhir di setiap bulan Ramadhan. Kegiatan itu berupa aksi turun ke jalan untuk menunjukkan dukungan pada bangsa Palestina.

    Sejak pendudukan Palestina dimulai pada 1948, kebanyakan cendekiawan agama menuntut keadilan bagi rakyat Palestina. Ayatullah Khomeini, seorang alim dari Iran, adalah pencetus Hari Al-Quds. Imam Khomeini menyatakan, salah satu tujuan revolusinya adalah membebaskan Palestina dari penjajah.

    Setelah revolusi, Iran memutuskan semua hubungan dengan Israel. Kedutaan besar Israel di Iran bahkan diberikan kepada Palestina.

    Imam Khomeini menyerukan Hari Quds pertama kali pada 13 Ramadhan 1399 H atau tanggal 7 Agustus 1979. Saat itu, Israel sedang memulai serangannya di wilayah Libanon Selatan.

    Di Indonesia, Hari Quds mampu membuat jutaan pemuda turun ke jalan untuk meneriakkan kehancuran Israel. Di Iran, negara asal pencetusnya, nyaris seluruh warga turun ke jalan. Siang hingga sore hari, setiap jalan di kota maupun desa, dipadati pengunjuk rasa.

    40 tahun setelah dikumandangkan, Hari Al-Quds kini sudah membudaya dan menjadi tradisi. Hingga tahun lalu, diperkirakan lebih dari 80 negara turut memperingatinya.

    Hari Al-Quds tahun ini akan jatuh pada Jumat, 31 Mei 2019 mendatang. Para aktivis memperkirakan jumlah massa di peringatan tahun ini akan lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

    Pada tahun 2018 lalu, Al-Quds diperingati di negara-negara seperti Malaysia, India, Singapura, Indonesia, Turki, Amerika Serikat, Kanada, Norwegia, Azerbaijan, Sudan, Inggris, Bahrain, Bosnia, Tunisia, Pakistan, Australia, Jerman, Rumania, Kuwait, Spanyol, Afrika Selatan, Swedia, Venezuela, Albania, Yaman dan Yunani.

    Anehnya, kantor berita barat pada umumnya mengecilkan peringatan Hari Pembebasan Palestina itu. Mereka rata-rata diam dan enggan memberitakan. Jika pun memuatnya, berita tersebut tersaji dengan kalimat tidak jelas, seperti jumlah pengunjuk rasa tidak signifikan dan sebagainya.

    Kebiasaan aneh lain dari media barat adalah, mereka sering mengutip kalimat dari presiden atau pejabat Iran, kemudian disajikan di luar konteks demi memberi kesan bahwa Israel sedang ditindas.