1 WPP dan PNBP 10 Persen, Penyebab Nelayan di Pati Demo

Massa nelayan menggelar poster saat demo di depan Gedung DPRD Kabupaten Pati, Sabtu (14/5/2022) pagi. foto 5NEWS.CO.ID

Pati, 5NEWS.CO.ID,- Ribuan massa nelayan di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, menggelar demo menolak tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Massa juga menuntut pemberlakuan kembali dua wilayah penangkapan ikan di laut atau yang disebut dengan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP).

“Tarif PNBP sebesar sepuluh persen itu berat untuk nelayan kecil seperti kami,” ungkap Siswanto (40), salah seorang pendemo kepada 5NEWS.CO.ID, Sabtu (14/5/20022).

Menurut Siswanto, hasil tangkapan ikan nelayan tidak sama pada setiap trip kapal. Adakalanya kapal memperoleh tangkapan ikan cukup banyak, terkadang juga minim hasil. Oleh sebab itu, ia menilai tarif sepuluh persen dari pendapatan kotor hasil tangkapan ikan memberatkan nelayan.

“Setiap trip kan beda-beda hasilnya, kadang-kadang banyak, kadang-kadang sedikit. Kadang malah minus. Masa minus masih harus bayar sepuluh persen?” ujarnya.

Nelayan asal Desa Bendar, Juwana, itu menjelaskan bahwa setiap kapal ikan lazimnya menerapkan bagi hasil antara pemilik dengan awak kapal (ABK). Jika hasil melaut sepi, ABK harus berutang demi kelnagsungan hidup keluarga.

Koordinator lapangan Paguyuban Nelayan Pati, Hadi Sutrisno menyampaikan tuntutannya di hadapan Pimpinan DPRD Kabupaten Pati, Ali Badrudin, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Pati, Edy Martanto dan Kepala DKP Provinsi Jawa Tengah, Fendiawan Tiskiantoro.

Hadi menuntut pemerintah memberlakukan 2 WPP berdampingan untuk kelangsungan usaha nelayan. Selama ini, kata Hadi, nelayan Indonesia masih harus bersaing dengan kapal asing mencari hasil tangkapan di perairan nasional. Karena itu, izin satu WPP yang selama ini diberlakukan pemerintah dinilai merugikan nelayan.

“Hentikan perizinan kapal pukat udang buatan asing di WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan) yang melanggar UU,” kata Hadi Sutrisno saat membacakan tuntutan nelayan di depan Gedung DPRD Kabupaten Pati, Sabtu (14/5/2022).

“Agar nelayan dapat melaksanakan aktifitas penangkapan sepanjang tahun. Karena saat ini dengan 1 WPPNRI, dalam satu tahun penangkapan hanya efektif 8 bulan. Sehingga ABK menganggur selama 4 bulan,” imbuhnya.

Perlu diketahui, nelayan dan pelaku usaha perikanan tangkap di Kabupaten Pati saat ini resah atas rencana penerapan PP 85 tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Aturan yang rencananya mulai berlaku pada 1 Januari 2023 mendatang, akan menerapkan tarif sebesar 10% X hasil kotor tangkapan ikan nelayan Indonesia.(hsn)