
Penulis: Umar Husain
Sebuah berita heboh terkait sperma di kolam renang menghebohkan jagat beberapa hari ini. Pasalnya pernyataan itu keluar dari mulut Sitti Hikmawatty, Komisioner KPAI bidang Kesehatan, Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA).
Hikma, sapaan wanita itu menjadi perbincangan setelah ia mengingatkan saat tengah berenang bersama dengan laki-laki dalam satu kolam renang. Menurut Komisioner KPAI itu kehamilan bisa terjadi ketika sperma yang keluar dari seorang pria masuk ke dalam organ kelamin wanita. Hikma menyebutnya dengan kehamilan tidak langsung.
Ia menganggap proses kehamilan kemungkinan besar bisa terjadi jika wanita sedang dalam masa subur. Menurutnya, jika sperma yang dikeluarkan mampu bertahan lama, tak menutup kemungkinan bisa memasuki vagina hingga terjadi pembuahan.
“Pertemuan yang tidak langsung misalnya, ada sebuah mediasi di kolam renang, ada jenis sperma tertentu yang sangat kuat,” kata Hikma, dalam wawancaranya dengan Tribunnews, Jumat, 21 Februari 2020 lalu.
Sontak, pernyataan Hikma ini mengundang reaksi pro-kontra dan menjadi perbincangan hangat. Seorang pakar kandungan, dr. Yassin Yanuar Mohammad membantah pernyataan Komisioner KPAI tersebut dan menilainya tidak berdasar pada bukti ilmiah. Yassin mengatakan bahwa sperma hanya mampu bertahan beberapa menit saja setelah dikeluarkan dari organ kelamin pria.
“Pernyataan tersebut tidak berbasis bukti atau dasar ilmiah. Sperma yang diejakulasikan, akan mati dalam beberapa menit setelah keluar dari tubuh,” ucap Yassin Yanuar kepada Tagar, Sabtu, 22 Februari 2020.
Yassin menjelaskan apabila air mani keluar dari tubuh manusia, maka akan segera mengering. Terlebih jika cairan seminal tersebut disemburkan di dalam kolam renang, tentu akan langsung rusak dan mati.
Pakar ahli di bidang yang sama juga melakukan penilaian yang sama. Sangat mustahil sperma pria yang dikeluarkan di dalam kolam renang bisa membuahi sel telur wanita. Tak hanya di jagat Indonesia, media asing juga turut menyoroti pernyataan Hikma.
Sadar akan kegaduhan akibat ucapannya, Sitti Hikmawatty kemudian meminta maaf pada publik dan mencabut kembali pernyataannya. Hikma mengaku telah memberikan statement yang tidak tepat. Ia juga menyatakan pernyataannya itu diucapkan atas nama pribadi dan bukan mewakili KPAI.
“Saya meminta maaf kepada publik karena memberikan statement yang tidak tepat. Statement tersebut adalah statement pribadi saya dan bukan dari KPAI. Dengan ini saya mencabut statement tersebut. Saya memohon kepada semua pihak untuk tidak menyebarluaskan lebih jauh atau malah memviralkannya,” ujarnya, Senin (24/2/2020).
Seorang wartawan majalah Tempo, Bagja Hidayat menilai pernyataan Sitti itu cukup menarik. Dia menganggap tema soal aborsi di kalangan remaja adalah isu penting karena menyangkut soal perdebatan hak asasi, hak kesehatan dan hak hidup.
Bagja juga melontarkan kritik terhadap wartawan Tribun yang mewawancarai Hikma. Menurutnya, jika wartawan bekerja sesuai dengan kaidah, pernyataan Sitti itu akan menjadi perbincangan publik dengan lebih sehat. Karena berita disajikan begitu saja tanpa didukung fakta ilmiah, yang terjadi adalah hujatan dan perundungan di dunia maya. Ia menganggap hal ini kurang bermanfaat bagi literasi publik dalam mencerna berita dan memahami cara kerja media.
Saat hendak mewawancarai Hikma, kata Bagja, wartawan seharusnya menimbang ada di mana posisinya dalam tema aborsi dan proses kehamilan. Jika ia tak masuk dalam satu kategori mana pun, meski ia pejabat publik, wartawan tak layak mengutip pernyataannya karena bisa jadi informasi dari narasumber yang tak relevan akan menyesatkan.