
Penulis: Umar Husain
RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja atau Cilaka (kini berubah jadi Cipta Kerja atau Cika) mengundang reaksi pro kontra banyak kalangan. Omnibus Law sering disebut dengan UU ‘Sapu Jagat’ karena akan merubah aturan 70 UU yang sudah berlaku sebelumnya.
Omnibus Law adalah aturan baru yang dibuat pemerintah untuk menggantikan aturan-aturan yang sudah ada sebelumnya. Omnibus bisa merubah banyak aturan dari UU yang berbeda melalui satu ketetapan saja. Oleh karena itu, produk ini sering disebut dengan UU Sapu Jagat.
Lazimnya, aturan Undang-undang selain Omnibus dirubah satu per satu sesuai bidangnya. Dengan Omnibus Law, pemerintah bisa mengubah banyak sekali aturan dengan satu ketetapan baru. Oleh karena itu, banyak pihak yang merasa khawatir jika RUU ini jadi ditetapkan. Mereka menilai perubahan rancangan Omnibus Law Jokowi akan menguntungkan kalangan tertentu dan merugikan pihak lain.
Belakangan, Omnibus Law tentang kemudahan investasi di Indonesia. Yaitu RUU Cipta Lapangan Kerja (Cilaka), RUU Perpajakan, dan RUU UMKM jadi ramai dibicarakan. Pasalnya, ada pihak yang merasa dirugikan dengan adanya aturan baru ini. Kalangan pekerja memandang banyak hak buruh yang hilang dalam rancangan aturan baru ini, seperti mudahnya PHK, terhapusnya cuti haid dan melahirkan, turunnya jumlah pesangon dan diperluasnya sistem kontral bagi pekerja.
Sesuai tujuannya, pemerintah punya hajat untuk memperluas lapangan kerja lewat Omnibus Law. Sudah tentu yang lebih diperhatikan adalah pemilik modal. Dengan aturan baru, mereka dapat terhindar dari resiko yang selama ini jadi momok pengusaha. Jika ditetapkan, Omnibus Law akan mengurangi banyak sekali biaya produksi. Investor juga ‘aman’ dari jerat pidana karena ancaman bagi perusahaan nakal cuma sanksi administratif.
Sejak digodok di DPR, Rabu (12/2/2020) lalu, ada sembilan poin yang jadi inti pembahasan, yaitu:
- Penyederhanaan perizinan berusaha
- Persyaratan investasi.
- Ketenagakerjaan
- Kemudahan dan perlindungan UMKM
- Kemudahan berusaha, riset dan inovasi
- Administrasi pemerintahan
- Pengenaan sanksi (menghapus pidana)
- Pengadaan lahan
- Kemudahan proyek pemerintah dan kawasan ekonomi.
Menyikapi hal ini, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan menolak draf Omnibus Law Cipta Kerja yang telah diserahkan pemerintahan ke DPR, pekan lalu. Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan jika RUU ini disahkan, sama artinya kebijakan upah murah diberlakukan kembali dan buruh akan semakin miskin.
Iqbal menyampaikan sejumlah alasan mengapa pihaknya menolak RUU Omnibus Law Cika. Ia menilai upah minimum semakin tidak berarti, karena sanksi pidana bagi pengusaha yang membayar upah di bawah upah minimum dihilangkan.
“Jika tidak ada sanksi pidana, pengusaha bisa seenaknya membayar upah buruh semurah mungkin,” kata Iqbal dalam konferensi pers terkait RUU Omnibus Law di Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (16/2) lalu.
Iqbal menganggap, dalam hal ini negara bertindak otoriter dalam menetapkan upah minimum. Dia juga menilai negara telah lalai dan gagal melindungi buruh dan rakyat kecil.