Asyura dan Tradisi Haul Habaib di Indonesia

Asyura dan Tradisi Haul Habaib di Indonesia
Gambar ilustrasi

Asyura, istilah populer untuk menyebut tanggal 10 Muharram yang dikeramatkan. Betapa tidak, umat Muslim memperingati hari itu dengan berbagai cara sesuai tradisi dan budaya masing-masing.

Haul adalah momentum peringatan kematian seseorang yang digelar setiap tahun sekali. Lazimnya, haul diselenggarakan untuk memperingati hari kematian orang tua, kerabat dan para tokoh.

Habaib merupakan bentuk jamak dari kata habib yang kerap digunakan untuk menyebut keturunan Nabi Muhammad SAW. Kata habib sendiri secara harfiah berarti ‘kekasih’ atau orang yang dicintai.

Haul di Kalangan Habaib

Kalangan habib (habaib) dikenal sebagai kalangan yang sarat dengan ritus agama Islam. Sebut saja tahlilan, yasinan, maulid, manaqib, haul dan kegiatan keagamaan lainnya tak lepas dari peran habaib.

Haul besar-besaran biasa digelar untuk memperingati para habib yang menjadi tokoh di zamannya. Bahkan, acara haul ini mampu menyedot massa hingga ribuan orang.

Sejarah panjang kehidupan dengan segala pencapaiannya pun dibacakan di hadapan umat. Biografi para tokoh tersebut dituangkan dalam lembaran-lembaran yang biasa disebut manaqib.

Di Jawa Tengah, Haul Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi digelar selama tiga hari tiga malam di Solo pada setiap tanggal 19, 20 dan 21 Rabi’ul Akhir menurut penanggalan Hijriyah. Di Pekalongan, Haul Habib Ahmad bin Abdullah bin Tholib Al Atthas diselenggarakan setiap tanggal 14 Sya’ban.

Di bagian timur Pulau Jawa. Haul Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid atau lebih dikenal dengan Habib Sholeh Tanggul diadakan setiap tanggal 10 Syawal di Jember, Jawa Timur. Umat Islam juga berduyun-duyun menghadiri Haul Habib Abu Bakar Bin Muhammad Assegaf setiap pertengahan bulan Dzulhijjah di Gresik.

Di belahan barat Pulau Jawa, Haul juga digelar untuk Habib Husain Bin Abubakar Alaydrus (Habib Luar Batang), Habib Ali Bin Abdurrahman Al Habsyi (Habib Ali Kwitang) dan Habib Ahmad bin Alwi Al Haddad (Habib Kuncung) di DKI Jakarta.

Selain itu, ribuan umat Muslim juga memadati haul Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas (Habib Keramat Empang) di Bogor, Jawa Barat.

Ambivalensi Haul

Baru-baru ini beredar Pernyataan Resmi Rabithah Alawiyah terkait Asyura. Organisasi yang mewadahi dzuriyah (keturunan bernasab Nabi Muhammad SAW) di Indonesia itu secara tegas mengecam peringatan Haul Sayidina Husain bernuansa duka.

Melalui laman resminya, organisasi yang berdiri sejak tahun 1928 itu menyebut menampakkan kebahagiaan pada 10 Muharram adalah diperbolehkan.

Menurut Rabithah, umat Islam hendaknya berusaha melakukan amalan-amalan yang dianjurkan pada hari ini seperti melebihkan nafkah untuk keluarga, berpuasa, bersedekah kepada anak yatim. Bukan karena senang atas kematian Imam Husain, melainkan karena senang di hari itu Allah SWT menyelamatkan Nabi Musa AS,  menerima taubat Nabi Adam AS, menyelamatkan Nabi Nuh AS dari angin topan dan menyelamatkan Nabi Ibrahim AS dari api.

Pada Bab Keempat berjudul “Apa yang Harus Dilakukan di Hari Asyura? Bergembira atau Bersedih?”, Rabithah menilai menjadikan Asyura sebagai hari bersedih dengan meratap, menangis, memukul dada dan melukai diri merupakan perbuatan melampaui batas dan termasuk dosa besar.

Begitu pula menjadikan Asyura sebagai hari gembira atas kematian Sayyidina Husain RA dengan berbahagia dan menggelar pesta untuk mensyukuri tragedi tersebut.

Rabithah menyebut yang semestinya dilakukan oleh seorang yang mengingat kematian Imam Husain di hari Asyura adalah beristirja, menampakkan kesabaran dan kerelaan atas takdir Allah SWT. Meskipun demikian, organisasi itu belum pernah sekalipun merilis anjuran memperingati Asyura ataupun Haul Sayidina Husain RA sebelumnya.

Terlebih lagi, Rabithah tak pernah merilis narasi manaqib Imam Husain atau derita panjang yang dialami leluhurnya pasca tragedi itu.

Ironis ketika manaqib para tokoh kontemporer dibacakan di hadapan umat dalam acara haul, sementara haul leluhur para habaib dan manaqibnya masih diabaikan. Bahkan mengecam Haul Sayidina Husain RA yang bernuansa duka.

Hari Keramat

Asyura merupakan momen tragis yang menimpa leluhur habaib, yakni Sayyidina Husain RA, pada 10 Muharram 61 H. Hari di mana cucu Nabi Muhammad SAW bersama puluhan sahabat dan keluarganya mengalami represi hingga berujung pada pembantaian massal.

Catatan sejarah menceritakan usai dirampok, jasad Sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib RA juga dimutilasi dan diperlakukan dengan tidak manusiawi oleh para penyerangnya.

Berdasarkan catatan Al-Baladzuri, Ath-Thabari dan Sheikh Mufid menyebut kepala cucu kesayangan Nabi itu dipenggal kemudian diarak dalam keadaan tertancap di ujung tombak bersama 72 kepala para pendukungnya dari Karbala hingga Kufah.

Penguasa pada masa itu menjadikan keluarga Nabi Muhammad SAW sebagai tawanan perang. Tentara Ubaidillah bin Ziyad memborgol para wanita dan anak-anak dan menggiring mereka bak budak belian hingga memasuki kota Kufah di Irak.

Meski tidak terkait langsung dengan tragedi tersebut, masyarakat Jawa menjadikan tanggal 10 Muharam sebagai hari keramat. Masyarakat Jawa pantang menggelar acara pernikahan atau perayaan lainnya di bulan Muharam atau Sasi Suro. Bagi masyarakat Jawa, bulan Muharam atau Sasi Suro adalah bulan sakral, khususnya tanggal 1 dan 10 Suro.

Asyura: Haul Internasional

Berbeda dengan sikap Rabithah Alawiyah di Indonesia. Sejumlah organisasi pimpinan habaib di benua lain justru menggelar acara haul datuknya secara besar-besaran.

Di Yaman, negeri asal habaib, masyarakat tumpah ruah memadati jalan pada 10 Muharam. Pada haul tahun ini, Mufti Yaman Syams Al-Din Sharaf Al-Din bahkan menyampaikan pesan bahwa tujuan utama Asyura adalah agar setiap bangsa mengetahui tanggung jawabnya melalui sejarah.

“Bangsa tanpa masa lalu adalah bangsa tanpa masa kini dan masa depan. Ketika kita memperingati Asyura, (artinya) kita sedang menghidupkan kembali semua nilai dari insiden tragis (di Karbala) di negara ini,” kata Syams Al-Din Sharaf Al-Din di hadapan ribuan warga Yaman, Senin (8/8/2022) di Sanaa.

Haul Imam Husain bin Ali RA juga diperingati umat Islam di Timur Tengah, termasuk Arab Saudi, UEA, Qatar, Kuwait, Oman, Iraq, Qatar, Bahrain, Lebanon dan negara-negara Arab lainnya pada Hari Senin, 8 Agustus 2022.

Melansir Hindustan Times, otoritas agama di India, Pakistan dan Bangladesh menetapkan tanggal 10 Muharram jatuh pada Selasa, 9 Agustus 2022. Hal yang sama juga ditetapkan oleh otoritas agama di Australia, Singapura, Inggris, Kanada, Amerika Serikat, Maroko, dan Iran.

11 Muharram 1444 H/ 9 Agustus 2022.