Kembali ke Sekolah, Merawat Kesehatan Mental Siswa

Kembali ke Sekolah, Merawat Kesehatan Mental Siswa
Kembali ke Sekolah, Merawat Kesehatan Mental Siswa oleh Sutrisno, S.Pd., Kepala Sekolah di SDN Gelur, Sukolilo, Pati, Jawa Tengah

Penulis: Sutrisno, S.Pd.

Transisi dari sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ ke pembelajaran tatap muka (PTM) tentu membutuhkan persiapan dan kesiapan. Di antaranya adalah persiapan secara mental. Hal ini penting diperhatikan, terutama bagi tenaga pengajar atau guru.

Para guru dan tenaga pendidik memiliki tanggung jawab untuk memberi dukungan kesehatan mental bagi siswa. Dalam hal ini, guru harus jeli dalam menilai kondisi psikologis setiap peserta didik. Saat kembali ke sekolah, setiap memiliki pengalaman berbeda selama pembelajaran jarak jauh (PJJ) diberlakukan akibat pandemi COVID-19.

Sebagian anak mungkin mengalami tekanan, stress, cemas, terisolasi atau bahkan merasa sedih. Sejumlah riset mengamati dampak negatif PJJ bagi kesehatan mental anak usia sekolah. Hasil riset yang dirilis Kemendikbudristek RI menunjukkan sejumlah dampak negatif PJJ, di antaranya adalah penurunan kesehatan mental dan psikis anak. Oleh sebab itu, PTM Terbatas dilaksanakan secara bertahap demi mengurangi dampak negatif tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan kecemasan, stress dan depresi akibat proses pembelajaran jarak jauh yang dialami anak masih tinggi.

PJJ dan Mental Anak

Universitas Pendidikan Indonesia merilis hasil penelitian berjudul “Dampak Pembelajaran Jarak Jauh Terhadap Psikologis Siswa Pada Masa Pandemik Covid 19” yang digagas oleh Sri Wulan Lindasari, Reni Nuryani dan Nunung Siti Sukaesih menunjukkan bahwa 72% dari siswa mengalami kecemasan selama proses pembelajaran daring.

Riset itu juga mengungkap bahwa pemicu kecemasan siswa selama pembelajaran daring antara lain kesulitan memahami materi, kesulitan mengerjakan tugas-tugas, ketersediaan dan kondisi jaringan internet, kendala teknis, dan kekhawatiran akan tugas selanjutnya.

Perubahan metode belajar dari tatap muka langsung menjadi daring, koneksi internet yang jelek saat perkuliahan online dan tugas yang menumpuk serta ketersediaan paket data selama perkuliahan online dapat menjadi hal yang dapat menimbulkan stress bagi mahasiswa (Novitasari et al., 2020).

Stress hingga Depresi

Stress merupakan bagian permasalahan dari kehidupan manusia yang tidak bisa terpisahkan. Stress biasanya dialami oleh semua individu baik pada tingkat anak, remaja, orang dewasa maupun lansia. Pada anak dan remaja stress berawal dari diri sendiri, keluarga, sekolah atau lingkungan sosialnya.

Perubahan lingkungan belajar siswa yang tidak dikondisikan dengan baik bisa mengakibatkan stress sehingga akan menimbulkan perilaku maladaptive seperti malas belajar, kecanduan game, depresi hingga putus sekolah.

Stress yang dialami peserta didik adalah stress yang buruk yang bersumber dari banyaknya tugas daring yang harus dikerjakan. Selain itu, kurangnya umpan balik yang diberikan oleh guru kepada pelajar, kualitas guru dalam melakukan proses pembelajaran jarak jauh merupakan pemicu stress.

Stres yang berkepanjangan dapat mengakibatkan depresi. Depresi dapat menyebabkan seseorang untuk mencoba melakukan tindakan fatal seperti bunuh diri. Depresi bisa dipicu oleh rasa tak berarti, patah hati, tidak berdaya, tidak bisa mengambil keputusan, tidak mampu berkonsentrasi, dan tidak mempunyai semangat untuk hidup.

Hasil penelitian pada siswa di Bangladesh pada tahun 2020 menunjukkan hasil mengejutkan. Sebanyak 82 persen siswa merasa depresi, dari ringan hingga depresi berat, karena ketidak jelasan kegiatan akaademik di sekolah, takut ketinggalan pelajaran dan tak leluasa berkegiatan di rumah.

Saran UNICEF

UNICEF pun merilis rekomendasi bagi guru dan tenaga pendidik untuk mendukung masa transisi kembalinya siswa ke sekolah demi kesehatan mental anak. Rekomendasi atau saran UNICEF tersebut adalah:

  1. Mendengarkan Kekhawatiran Anak
  2. Selalu Memeriksa Kondisi Mental Anak
  3. Memberikan Informasi Akurat Tentang COVID-19 kepada Anak
  4. Melibatkan Anak untuk Menciptakan Ruang Kelas yang Aman, dan Nyaman
  5. Waspadai Gejala Perilaku Negatif Anak Saat Bermain dan Belajar
  6. Tingkatkan Interaksi Antar Siswa dengan Bermain dan Olahraga
  7. Bersikap Tenang, Jujur dan Peduli
  8. Mengenali dan Menjaga Batas Diri

Catatan: Artikel ditulis oleh Sutrisno, S.Pd., NIP: 197806052011011001, Kepala Sekolah di SDN Gelur, Sukolilo, Pati, Jawa Tengah