
Penulis: YULIANA PERTIWI, S.Pd
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 menjelaskan potensi tujuan pembangunan kepribadian pada siswa. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 dengan berbagai cara keterampilan karakter melampaui kebijaksanaan. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa pendidikan itu sangat efektif dalam rangka mengembangkan kepribadian dan kapasitas intelektual siswa.
Thomas Lickona berpendapat terdapat tujuh nilai karakter yang perlu ditanamkan pada diri siswa, diantara: ketulusan hati atau kejujuran, belas kasih, kegagahan dan keberanian, kasih sayang, kontrol diri, kerjasama, dan kerja keras. Pendidikan karakter berkaitan erat dengan teori belajar behavioristik dikarenakan tujuan dari pendidikan karakter sama dengan teori ini yaitu menginginkan adanya perubahan tingkah laku siswa yang tadinya belum baik menjadi lebih baik.
Namun, dalam realitanya penerapan program pendidikan karakter masih harus diberi banyak perbaikan karena belum maksimalnya guru dalam memperhatikan segala aspek pendidikan, bukan hanya aspek-aspek tertentu seperti capaian kognitif dan mengabaikan aspek afektif, psikomotor, dan spiritual peserta didik.
Penerapan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) berbasis lingkungan dan masyarakat dilaksanakan melalui kegiatan bersama lembaga, komunitas, dan masyarakat lainnya lingkungan sekitar sekolah. Partisipasi Sekolah sangat membutuhkan komunitas. Hal ini tidak mungkin dilakukan saat penerapan PPK Mandiri. Itu sebabnya sekolah dibangun Kolaborasi dan kolaborasi dengan banyak orang Komunitas di luar sekolah juga diterapkan. Memperkuat pendidikan karakter.
Pengimplementasiannya dalam kegiatan belajar mengajar sehari-hari dapat dilakukan dengan berbagai kegiatan yang akan memberikan dampak langsung bagi siswa, diantaranya:
1. Pembelajaran Berbasis Museum, Cagar Budaya, dan Sanggar Seni.
Sekolah dalam melaksanakan PPK berbasis masyarakat dapat memanfaatkan sumber-sumber pembelajaran terdapat di lingkungan sekitar mereka. Beberapa daerah memiliki museum yang dapat digunakan sebagai sarana dan sumber pembelajaran untuk siswa, sekolah bisa berkolaborasi dengan pengelola museum, cagar budaya, yang bertujuan untuk memperkenalkan dan menjelaskan koleksi sejarahnya, mengajak siswa untuk mempelajari kekayaan daerahnya, dan mampu menjaga kekayaan warisan budaya yang mereka miliki. sekolah juga bisa berkolaborasi dengan kelompok hobi, komunitas budaya, dan sanggar dalam memperdalam ilmu dan mempraktekan warisan budaya yang ada. Sekolah telah mengadakan pembelajaran luar sekolah yang bekerjasama dengan orang tua siswa ke Gerbang Majapahit, Masjid Agung Baitunnur Pati, Taman Kota Pati, Genuk Kemiri, dan Museum Purbakala Patiayam.
2. Kerjasama dengan Seniman atau Budayawan Lokal
Sekolah membangun kolaborasi dan kerjasama untuk pengembangan kesenimanan siswa melalui tokoh-tokoh budayawan atau seniman lokal dalam program mentoring, tutoring, ekstrakurikuler kesenian di sekolah. Kerjasama sekolah dengan seniman yang sudah terjalin melalui kegiatan latihan ekstrakurikuler seni tari di sekolah. Kerjasama sekolah dengan seniman yang sudah terjalin melalui kegiatan mentoring kesenian tari dan tutoring melukis. Kerjasama sekolah dengan seniman yang guru pahami melalui kegiatan mengajar ekstrakurikuler seni tari. Siswa juga menjelaskan yang mengajar tari adalah seniman dari luar sekolah. Sekolah yang sudah bekerjasama dengan tokoh budayawan dan seniman sekitar yang baik sehingga mampu membentuk tradisi dan kesenian khusus sekolah dalam mengembangkan kesenian siswa melalui program mentoring, tutoring, seniman masuk ke sekolah, atau belajar bersama maestro.
3. Kelas Inspirasi
Kelas inspirasi memiliki tujuan supaya siswa mendapatkan inspirasi dari pengalaman hidup tokoh-tokoh profesional yang sudah berhasil didatangkan sehingga dapat berefek positif pada semangat dan motivasi siswa dalam meningkatkan prestasi belajar mereka. Metode yang bisa dilakukan untuk menerapkan kelas inspirasi melalui kegiatan pendahuluan; kegiatan inti meliputi: metode ice breaker, curah pendapat, game, diskusi, presentasi, debat, musyawarah, one on one, bimbingan kelompok, alih teks, pemutaran film, role play, serta karya wisata; kegiatan penutup.
4. Menggalakkan Gerakan Literasi
Penggalangan gerakan literasi di sekolah memiliki tujuan untuk sampai kepada materi nilai-nilai budi pekerti yang diambil berlandaskan kearifan budaya lokal akan tetapi masih disesuaikan dengan karakteristik berkembangnya siswa. Freeman menjelaskan bahwa dalam kegiatan literasi berbasis pendidikan karakter membantu anak usia 4 sampai 6 tahun memiliki pemahaman tentang pencegahan intimidasi. Pengembangan gerakan literasi di sekolah membangun kerjasama dengan instansi-instansi yang berkaitan dengan literasi diantaranya: komunitas gerakan masyarakat peduli literasi pendidikan, komunitas baca atau sanggar-sanggar baca, percetakan buku, penerbit buku, toko buku, perpustakaan daerah, dan perpustakaan nasional.
5. Kerjasama dengan Komunitas Keagamaan
Kerjasama atau kolaborasi dengan komunitas keagamaan dapat diterapkan melalui kerjasama antar lembaga yang memfasilitasi layanan khusus untuk pendalaman keagamaan, sesuai menurut agama kepercayaan masing-masing siswa. Bentuk kolaborasi dengan komunitas keagamaan melalui mentoring kegiatan ekstrakurikuler rebana dan BTQ di sekolah. Sekolah bekerjasama dengan komunitas karena guru agama masih belum memenuhi untuk kegiatan religius di sekolah. Kerjasama dengan berbagai komunitas keagamaan yang ada di masyarakat dapat kemudian menumbuhkan pemahaman toleransi dan budi pekerti yang baik bagi para siswa.
Pelaksanaan PPK berbasis lingkungan dan masyarakat dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai macam kendala, diantaranya adalah minimnya pemahaman para guru terkait hal ini, dan terbatasnya dukungan dari pihak sekolah terkait dengan pelaksanaan dan pengimplementasiannya, terlebih diperlukan anggaran dan dukungan penuh dari pihak sekolah dalam rangka mengadakan kegiatan-kegiatan pembelajaran di luar sekolah. Tak hanya itu, orang tua dalam hal ini juga dituntut berperan aktif untuk menyukseskan kegiatan ini.
Pengimplementasiannya dapat dimulai dengan segala bentuk terkecil, mulai dari melakukan kegiatan pembelajaran di luar ruang kelas, melibatkan masyarakat dalam proses KBM, seperti pembelajaran di situs-situs sejarah, alam terbuka, dan lain sebagainya seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Diharapkan melalui metode seperti ini dapat membantu proses penerapan PPK berbasis lingkungan dan masyarakat sehingga dapat berdampak secara langsung kepada para siswa itu sendiri.
Artikel ditulis oleh Yuliana Pertiwi, S.Pd, NIP: 199007042015032003, SDN Bulumulyo 01, Batangan, Pati, Jawa Tengah.
