Gunakan Bahasa Daerah di Sekolah

Gambar ilustrasi.
Penulis: Sutrisno S.Pd.

Bahasa daerah lazim digunakan di luar lingkungan sekolah. Kebanyakan guru lebih memilih Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dan alat komunikasi di sekolah. Bahasa daerah seolah tabu digunakan saat kegiatan belajar mengajar berlangsung.

Dengan alasan sopan santun, siswa pun kerap diingatkan guru agar menggunakan bahasa Indonesia saat berkomunikasi. Akibatnya, bahasa bahasa daerah perlahan tersisih di dunia pendidikan dan perlahan menjadi bahasa kelas dua.

Pembentukan Karakter Melalui Bahasa Daerah

Penggunaan bahasa daerah sama sekali tidak menghilangkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Akan tetapi, meninggalkan bahasa daerah sebagai sarana komunikasi di lingkup sekolah juga memiliki dampak serius terhadap karakter peserta didik.

Tak bisa dipungkiri bahwa bahasa lokal lebih mudah diterima dan dipahami oleh siswa. Bahasa daerah juga sarat dengan sastra dan pelajaran moral yang mampu membentuk karakter peserta didik.

Hal ini juga menjadi pertimbangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memasukkan bahasa daerah sebagai muatan tematik dalam pembelajaran di tingkat sekolah dasar (SD).

Kepala Balai Bahasa Sumatera Utara, Maryanto menyatakan tema diriku bagi siswa kelas satu SD akan memudahkan penanaman nilai moral dan spiritual. Menurutnya, kecerdasan sosial siswa juga akan tumbuh lebih baik melalui pemberdayaan bahasa daerah. Hal ini mendasari rumusan kompetensi inti dalam Kurikulum 2013.

“Pada saat yang bersamaan, pemuatan bahasa daerah merupakan ikhtiar menjaga kebhinekaan tetap utuh,” ujar Maryanto, di Medan, dikutip dari laman kemendikbud.go.id, Sabtu (22/10/2022).

Maryanto menegaskan, bahasa daerah yang digunakan dalam mata pelajaran muatan lokal juga memudahkan proses pembelajaran. Penggunaan cerita rakyat yang sarat akan pesan moral dan adat kebiasaan masyarakat setempat, akan membangun mental dan karakter peserta didik.

Dengan demikian, penggunaan bahasa daerah mampu meningkatkan peserta didik dengan konteks sosialnya. Menurut Maryanto, keterikatan konteks sosial tersebut merupakan jembatan yang kuat dalam mencapai tujuan pembelajaran di sekolah.

Wajib Berbahasa Daerah

Kewajiban menggunakan bahasa daerah sekali sepekan, kian marak diterapkan pemerintah daerah. Salah satunya juga diterapkan di Maluku. Duta Bahasa Maluku, Anggelvania L. Kesaulija mengatakan bahwa setiap Jumat ada peraturan wajib berbahasa daerah di sekolah dan instansi pemerintahan termasuk dengan Bupati.

“Contohnya di sekolah yang menjadi target sasaran revitalisasi, dalam upacara dan doanya menggunakan bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing,” ujar Angel, seperti dikutip laman resmi Kemendikbud, Jumat (14/10/2022).

Menurut Angel, keuntungan dari melestarikan bahasa daerah sendiri amat dirasakan saat melakukan peninjauan ke sekolah-sekolah. Duta bahasa itu menyebut kehadiran mereka dengan mudah diterima dan berbaur ketika berinteraksi menggunakan bahasa daerah.

Angel bahkan melakukan kampanye penggunaan bahasa daerah dengan membuat dan mengunggah konten di akun media sosial disertai infografik yang menarik untuk memperkenalkan bahasa daerah kepada generasi muda dengan cara kekinian.

“Kami juga berkoordinasi dengan para komunitas literasi dan pegiat bahasa untuk membentuk wadah untuk memicu ketertarikan anak-anak terhadap bahasa daerah melalui pemanfaatan media buku yang diterjemahkan ke dalam tiga bahasa lokal,” kata Angel.

Bahasa Daerah Meningkatkan Kemampuan Siswa

Sebuah hasil riset dirilis Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) pada tahun 2020 lalu. Dalam penelitiannya, INOVASI mengungkapkan penggunaan bahasa daerah berhasil meningkatkan kemampuan siswa secara signifikan.

Berdasar pada hasil riset, INOVASI menjabarkan sejumlah alasan sebagai berikut:

  1. Siswa yang diajar menggunakan bahasa ibu lebih mudah dan cepat memahami materi pelajaran. Selain itu, kemampuan literasi yang dibangun dengan menggunakan bahasa ibu sebagai jembatan bahasa, membuat siswa lebih mudah untuk belajar bahasa lain.
  2. Bahasa Indonesia bagi siswa yang belum fasih menggunakannya menjadi salah satu sebab siswa meninggalkan bangku sekolah. Hal ini terjadi karena mereka merasa kesulitan mengikuti pelajaran. Problem pendidikan ini semakin jelas dampaknya saat siswa naik ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dengan pembelajaran bahasa yang semakin kompleks.
  3. Siswa terbukti lebih aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran karena mereka lebih percaya diri untuk bertanya dan menjawab pertanyaan.

Catatan:

Artikel ditulis oleh Sutrisno, S.Pd., NIP: 197806052011011001, Kepala Sekolah di SDN Godongan, Sukolilo, Pati, Jawa Tengah.

Sutrisno, S.Pd., NIP: 197806052011011001, Kepala Sekolah di SDN Gelur, Sukolilo, Pati, Jawa Tengah

Komentar